Penyakit jantung masih tetap menjadi salah satu penyakit pembunuh utama di negara-negara maju maupun negara berkembang. Berdasarkan laporan Global Burden of Disease dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2014-2019, penyakit jantung merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 menunjukkan adanya peningkatan tren penyakit jantung, yaitu dari 0,5 persen pada tahun 2013 menjadi 1,5 persen pada tahun 2018. Bahkan, penyakit jantung juga menjadi penyebab biaya kesehatan terbesar menurut data BPJS Kesehatan pada 2021, dengan total pembiayaan sebesar Rp 7,7 triliun.
Penyebab penyakit jantung sangat bervariasi, mulai dari faktor risiko seperti diabetes melitus, hipertensi, obesitas, dislipidemia (gangguan lemak), hingga stres fisik, Sedang psikis akibat gaya hidup tidak sehat seperti kurangnya olahraga, konsumsi makanan berlemak berlebihan, pola istirahat yang tidak teratur, konsumsi minuman beralkohol, dan merokok.
Seperti yang dirangkum melalui laman UGM, sebagai respons terhadap masalah ini, Tim Pengabdian Masyarakat dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM telah meluncurkan aplikasi bernama Satu Jantung yang bertujuan untuk membantu penanganan kasus henti jantung.
Dr. Nurkholis Majid, M.Kes., seorang dosen dan pendiri aplikasi Satu Jantung, mengatakan bahwa dapat membantu pasien henti jantung merupakan sebuah kebanggaan baginya. Ide pembuatan aplikasi ini muncul setelah dirinya dan istrinya, dr. Beta Ahlam Gizela, DFM, Sp. FM Subsp. FK(K), menyaksikan putra mereka mengalami serangan jantung mendadak.
Mereka tergerak untuk menciptakan alat yang dapat membantu banyak orang saat terjadi serangan jantung di tempat tanpa adanya petugas kesehatan.